Devi Yulianti
DEVI YULIANTI STIKES HI
Kita harus menerima dan mensyukuri apa yang di beri Tuhan dan tetaplah tersenyum....

Kamis, 29 September 2016

FARMAKOLOGI I- LEVOSOL DAN LINCOMYCIN

DEPI YULIANTI-1248201009

anatomi susunan saraf otonom 

    Sistem saraf otonom membawa implus saraf dari susunan saraf pusat keorgan efektor melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf pascaganglion.
lingkaran refleks saraf otonom terdiri dari: serat eferen yang sentripetal disalurkan melalui N. Vagus, pelvikus, spalaknikus dan sarat otonom lainnya. Badan sel serat-serat ini terletakk di gang lia dalam kolumna dorsalis dan gan lia sensorikdari saraf kranial tertentu. Tidak jelas perbedaan antara serabut aferen sistem saraf otonom dengan serabut eferen sistem somatik, sehingga tidak dikenal obat yang secara spesifik dapat mempengaruhi serabut aferen otonom. Serabut eferen yang di salurkan melalui saraf peragang lion, gang lion, dan saraf pasca gang lion berakhir pada sel efektor.
     Saraf otonom juga berhubungan dengan saraf somatik sebaliknya kejadian somatik dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Pada ususnan saraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya pengatur pernapasan dan tekanan di medula oblongata, hipotalamus dan hipofisis mengatur suhu tubuh, keseimbangan air, metabolisme karbohidrat dan lemak, pusat tidur dan sebagainya. Hipotalamus dianggap sebagai pusat sistem saraf otonom walaupun demikian masih ada pusat yang lebih tinggi lagi yang dapat mempengaruhinya yaitu korpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai koordinator anta sistem otonom dan somatik.
    Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan para simpatis. Sistem simpatis disalurkan melalui serat torakolumbal dari torakal satu sampai lumbal tiga, dalam sistem ini termasuk gang lia para vetebral pravetebral dan gang lia terminal. Ssitem para simpatis atau kraniosakral outflow disalurkan melalui saraf otak ke III VII IX dan X dan N. Pelvikus yang  berasal dari bagian sakral segmen 2, 3 dan 4. Sebagian besar neuron pragang lion para simpatis berakhir di sel-sel gang yangb lion yeng tersebaqr merata atau yang terdapat pada dinding organ efektor.
    Serat eferen misalnya yang berasal dari presoreseptor dan kemoreseptor dalamsinus karotikus, badan karotis dan aorta yang diteruskan melalui N. IX dan X menuju ke medula oblongata. sistem ini berhubungan dengan refleks untuk mempertahankan tekanan darah, frekuensi jantung dan pernapaasan.
    Neuron transmiter yang memperantarakan perpindahan impuls diserabut aferen belum jelas dipahami salah atu dugaan ialah substans P yang terdapat di serabut sensori aferen akar dorsal gang lia dan tanduk dorsal medula spinalis. Substansi P diduga berfungsi pada penyampaian stimulus nyeri ke pusat. Peptida lain yaitu somatos statin, polopeptida paso aktif intensinal (VIP paso aktif intestinal polipeptide) dan kolisistokinin juga diduga berperan pada penyampaian impuls aferen dari organ otonom. Enkefalin di interneuron medula spinalis dorsalis di area subtansia gelatinosa  berefek antinosiseptif yang ditimbulkan lewat aksi prasinaftik dan pascasinaftik, menghambat pelepasan substansi P.



berikut adalah obat susunan saraf otonom :

  • LEVOSOL  
  •  
  • ISI KANDUNGAN :  tiap ml larutan mengandung norepinephrine bitatrat monohidrat
  •  INDIKASI        : Untuk mengontrol tekanan darah pada keadaan hipotensi akut (seperti, pheochromocytomectomy, sympathectomy, poliomyelitis, spinal anesthesia, infark miokard, septikemia, transfusi darah, dan reaksi obat). Sebagai terapi tambahan pada henti jantung dan hipotensi berat. Untuk memperbaiki dan mempertahankan tekanan darah yang adekuat setelah denyut jantung dan ventilasi jantung efektif telah dicapai dengan cara lain.
  •   CARA KERJA OBAT :
    Norepinephrine adalah suatu amin simpatomimetik, yang terutama bekerja melalui efek langsung pada reseptor α dan reseptor β di jantung. Itulah yang menyebabkan vasokonstriksi perifer (aksi α-adrenergik), dan efek inotropik positif pada jantung serta dilatasi arteri koroner (aksi β-adrenergik). Aksi ini mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistemik dan aliran darah arteri koroner.
    Pada infark miokard yang disertai dengan hipotensi, norepinephrine biasanya meningkatkan tekanan darah aorta, aliran darah arteri koroner, dan oksigenasi miokard, sehingga akan membantu membatasi area iskemia dan infark miokard. Venous return meningkat dan jantung cenderung kembali ke kecepatan dan ritme yang lebih normal dibandingkan saat keadaan hipotensi.
    Pada hipotensi yang menetap setelah dilakukan koreksi terhadap kekurangan volume darah, norepinephrine membantu meningkatkan tekanan darah ke tingkat optimal dan menghasilkan sirkulasi yang lebih adekuat. Namun, efek norepinephrine pada reseptor β1 kurang bila dibandingkan dengan epinephrine atau isoproterenol. Diyakini bahwa efek α-adrenergik dihasilkan dari hambatan terhadap produksi cyclic adenosine-3',5'-monophosphate (AMP) dengan cara menghambat enzim adenil siklase, di mana efek β-adrenergik dihasilkan dari stimulasi aktivitas adenil siklase.
    KONTRA INDIKASI : 
    Norepinephrine tidak boleh diberikan pada pasien hipotensi karena kekurangan volume darah, kecuali dalam keadaan emergensi untuk mempertahankan perfusi arteri koroner dan serebral sampai terapi penggantian volume darah dapat diberikan. Jika norepinephrine diberikan secara kontinyu untuk mempertahankan tekanan darah tetapi penggantian kekurangan volume darah tidak dilakukan, dapat terjadi hal-hal berikut: vasokonstriksi perifer dan viseral yang berat, penurunan perfusi ginjal dan pengeluaran urin, gangguan aliran darah sistemik meskipun tekanan darah "normal", hipoksia jaringan, dan asidosis laktat.
    Norepinephrine juga tidak boleh diberikan kepada pasien dengan trombosis pembuluh darah mesenterium atau pembuluh darah perifer (karena risiko peningkatan iskemia dan perluasan area infark) kecuali, jika dokter yang menangani berpendapat bahwa pemberian injeksi norepinephrine perlu untuk prosedur menyelamatkan hidup pasien.
    Anestetik siklopropana dan halotan meningkatkan iritabilitas otonom jantung, sehingga menimbulkan sensitisasi myocardium terhadap kerja norepinephrine atau epinephrine yang diberikan secara intravena. Karena itu, penggunaan norepinephrine selama pemberian siklopropana dan anestesi halotan umumnya dikontraindikasikan, karena risiko terjadinya takikardia atau fibrilasi ventrikular. Aritmia jantung dengan tipe yang sama dapat terjadi akibat penggunaan norepinephrine pada pasien dengan hipoksia atau hypercarbia yang berat.

    INTERAKSI OBAT : 
    Pemberian norepinephrine kepada pasien yang mendapatkan siklopropana atau anestetik umum hidrokarbon terhalogenasi, dapat meningkatkan iritabilitas jantung, dan dapat menimbulkan aritmia. Jika diperlukan obat pressor saat anestetik umum ini digunakan, dianjurkan untuk memberikan obat dengan efek stimulasi jantung yang minimal, seperti methoxamine atau phenylephrine. Jika terjadi aritmia, harus diberikan obat penghambat β-adrenergik seperti propranolol. Harus dipertimbangkan bahwa digitalis juga dapat mensensitisasi myocardium terhadap efek obat simpatomimetik. Aritmia jantung dengan tipe yang sama dapat diakibatkan oleh penggunaan norepinephrine pada pasien dengan hipoksia atau hypercarbia.
    Norepinephrine harus digunakan dengan sangat berhati-hati pada pasien yang mendapat monoamine oxidase inhibitors (MAOI) atau antidepresan jenis triptilin atau imipramin, karena dapat terjadi hipertensi berat yang lama.
    Pemberian furosemid atau diuretik lain dapat menurunkan kemampuan arteri untuk berespon terhadap obat pressor seperti norepinephrine.
    • Karsinogesis, mutagenesis, gangguan fertilitas
      Belum dilakukan penelitian.   
    • Kehamilan
      Kategori C
      Studi reproduksi binatang belum dilakukan dengan norepinephrine. Juga belum dikaetahui apakah norepinephrine dapat mencelakakan fetus ketika diberikan kepada wanita hamil atau dapat mempengaruhi kapasitas reproduksi. Norepinephrine harus diberikan kepada wanita hamil hanya jika benar-benar dibutuhkan.
    • Ibu Menyusui
      Tidak diketahui apakah obat ini diekskresikan ke dalam air susu ibu. Karena banyak obat-obatan yang diekskresi ke dalam air susu ibu, hati-hati bila norepinephrine diberikan kepada wanita menyusui.
    • Penggunaan pada anak-anak
      Keamanan dan kefektifan pada pasien anak-anak belum diketahui.
    • Penggunaan pada geriatri
      Uji klinik norepinephrine tidak cukup banyak melibatkan subyek yang berusia ≥65 tahun untuk menentukan apakah responnya berbeda dengan subyek yang lebih muda. Meskipun pengalaman klinis belum mengidentifikasi perbedaan respon antara pasien lanjut usia dan pasien yang lebih muda, pemilihan dosis untuk pasien lanjut usia haruslah berhati-hati, biasanya dimulai dengan dosis terendah, karena lebih besarnya frekuensi penurunan fungsi hati, ginjal, atau jantung dan adanya penyakit penyerta atau terapi lain.
      EFEK SAMPING :
      Reaksi berikut dapat terjadi:
  • Tubuh secara keseluruhan
    Kerusakan jaringan akibat iskemia karena kerja vasokonstriktor yang kuat dan hipoksia jaringan.
  • Sistem kardiovaskular
    Bradikardia, mungkin merupakan hasil refleks tekanan darah, aritmia.
  • Sistem saraf
    Ansietas, sakit kepala sementara.
  • Sistem respirasi
    Kesulitan bernafas.
  • Kulit dan struktur kulit (adneksanya)
    Nekrosis ekstravasasi pada tempat injeksi.
Pemberian jangka lama vasopressor kuat apa pun dapat menyebabkan pengurangan volume plasma yang harus dikoreksi secara kontinyu dengan cairan yang tepat dan terapi penggantian elektrolit. Jika volume plasma tidak dikoreksi, hipotensi dapat terjadi kembali ketika norepinephrine dihentikan, atau tekanan darah dapat dipertahankan, namun dengan risiko terjadinya vasokonstriksi perifer dan viseral yang berat (contoh, menurunnya perfusi ginjal) dengan pengurangan aliran darah dan perfusi jaringan diikuti dengan hipoksia jaringan dan asidosis laktat, dan kemungkinan dapat terjadi kerusakan jaringan akibat iskemia. Gangren pada ekstremitas dilaporkan jarang terjadi. Overdosis atau dosis konvensional pada pasien yang hipersensitif (contohnya pasien hipertiroid) menyebabkan hipertensi berat dengan gejala sakit kepala berat, fotofobia, stabbing retrosternal pain (nyeri seperti ditikam pada retrosternal), pucat, berkeringat berlebihan, dan muntah.


ANTIBIOTIK
 

LINKOMYCIN


komposisi : Tiap kapsul mengandung 272,4 mg linkomisin hidroklorida setara dengan 250 mg linkomisin.
Tiap kapsul mengandung 545 mg linkomisin hidroklorida setara dengan 500 mg linkomisin. 

INDIKASI : Linkomisin diindikasikan untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan oleh stafilokokus, streptokokus, pneumokokus.

CARA KERJA OBAT : Linkomisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun bakterisida tergantung konsentrasi obat pada tempat infeksi dan organisme penyebab infeksi. Linkomisin menghambat sintesa protein organisme dengan mengikat subunit ribosom 50 S yang mengakibatkan terhambatnya pembentukan ikatan peptida. 

KONTRA INDIKASI : Hipersensitif terhadap linkomisin dan klindamisin. Tidak diindikasikan untuk pengobatan infeksi bakteri yang ringan atau terhadap infeksi oleh virus. Pada penggunaan untuk infeksi berat (life threating) digunakan preparat linkomisin parenteral. Jangan digunakan pada bayi yang baru lahir.

EFEK SAMPING :  
  • Saluran pencernaan, seperti mual, muntah dan diare.
  • Reaksi hipersensitif, seperti rash dan urtikaria. Rasa yang tidak umum seperti haus, letih dan kehilangan bobot tubuh (pseudomembranous colitis).
  • Hematopoietik: Neutropenia, leukopenia, agranulositosis. 

INTERAKSI OBAT :
Kaolin.
Jika pemakaian kedua obat ini memang diperlukan, pasien harus menerima kaolin paling tidak 2 jam sebelum linkomisin.
Senyawa penghambat neuromuskular.
Dapat terjadi resisten silan dengan eritromisin termasuk gejala-gejala yang diketahui terjadi sebagai efek dari makrolida. 

PERINGATAN DAN PERHATIAN : Bila terjadi diare, pemakaian linkomisin harus dihentikan.
Selama terapi linkomisin jangka panjang, tes fungsi hati dan hitung sel darah harus dilakukan secara periodik.
Linkomisin tidak dindikasikan untuk bayi yang baru lahir.
Keamanan pemakaian pada wanita hamil dan menyusui belum diketahui. 




DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Sulistia Gan.2007. Farmakologi dan Terapi . Jakarta. FKUI